lihatlah alquran dalam sejarah nya
Sudah
saatnya kita melihat kembali sejarah Alquran dengan pandangan yang
lebih kritis dan obyektif. Karena proses turunnya Alquran dan
pengumpulannya terjadi dalam konteks ruang-waktu atau konteks sejarah
yang sangat kental dengan nuansa manusiawi. Bukan saja susunan-susunan
ayat-ayat Alquran itu dibuat secara manusiawi, bahkan kandungannya pun
sangat kental berwarna kemanusiaan. Karena itulah, sudah seharusnya kita
melihat kitab suci ini dalam konteks kesejarahannya, karena kalau tidak
kita akan sulit memahami pesan-pesan yang dibuat lebih dari empat belas
abad silam itu.
Ada satu masalah yang ingin kita bicarakan, yaitu bagaimana memahami Alquran. Apa sih Alquran itu sesungguhnya?Pada umumnya, Alquran dipahami sebagai rekaman
otentik
wahyu Illahi yang disampaikan melalui malaikat Jibril kepada Nabi
Muhammad Saw dalam rentang waktu selama 23 tahun. Bentuk Alquran yg
sampai kepada kita tersusun tidak secara sistematis-kronologis. Alquran
memiliki konteks dalam ruang dan waktu dan ia merespons ruang dan waktu
tersebut sehingga kalau dikaitkan dengan bagaimana kita memahaminya
seharusnya kita baca dan mengerti konteks Alquran dalam ruang waktu
pewahyuannya, baik secara kronologis dan historis.
Bisa Anda jelaskan bagaimana Alquran disusun secara tidak kronologis?
Sebagaimana
kita ketahui bersama, wahyu Alquran disampaikan dalam rentang waktu
lama. Wahyu-wahyu itu berupa unit-unit wahyu, terdiri dari beberapa
ayat. Pentahapan Alquran pada waktu diturunkan ini tidak tercermin dalam
surat-surat yang ada dalam kodifikasi Alquran saat ini. Misalnya, satu
tema tertentu, katakan tentang ketuhanan dibahas dalam berbagai surat
yang ada. Kemudian contoh susunan yang tidak kronologis, wahyu tentang
minuman keras misalnya ada di tempat yang berbeda-beda. Padahal dia
diturunkan secara bersama-sama, mulai ayat khamar yang dianggap sebagai rahmat hingga disebut sebagai perbuatan setan.
Jadi pertama-tama, Alquran harus ditempatkan secara kesejarahan?
Alquran
harus ditempatkan dalam konteksnya. Kenapa? Karena Alquran merupakan
respons terhadap situasi yang dihadapi Nabi dari waktu ke waktu. Jadi
misalnya ada nama-nama historis yang muncul Abu Lahab, Zaid dan
lain-lain. Ada juga peristiwa-peristiwa historis yang dirujuk Alquran
seperti perang badar dan lain-lain, maka untuk memahami Alquran perlu
memahami latar kesejarahannya.
Apa yang terjadi dengan pemahaman masyarakat sekarang tidak berdasarkan historistas Alquran?
Kebanyakan
kita beranggapan bahwa Alquran siap diaplikasikan tanpa memahami ruang
dan waktu tatkala Alquran diturunkan. Ketika Alquran mengatakan potong
tangan, kita begitu saja memahami
potong tangan. Demikian juga ketika Alquran menyatakan bahwa transaksi
harus disaksikan dua orang, kita memaknainya hukum saksi dua orang itu
sendiri, bukan makna mendasar, yakni keadilan yang ingin dicapai
Alquran.
Dengan meletakkan Alquran secara historis, apa akibatnya bila Alquran dipahami tidak secara kontekstual?
Sesuatu yang dikatakan Alquran (kalamullah) diterapkan sekarang berbeda ruang waktunya saat diturunkan
Ada beberapa diktum harafiah Alquran yang mungkin tidak harus dilakukan apa adanya dalam konteks sekarang ini karena berbeda?
Betul,
yakni hukum kesaksian. Ada suatu hadis, suatu ketika Nabi pernah
memutuskan satu perkara dengan hanya menggunakan seorang saksi. Padahal
dalam Alquran ada disebut dua saksi. Berarti ada perbedaan ruang dan
waktu antara ketentuan dalam Alquran yang disebut dua dengan waktu Nabi
memutuskan satu orang saja. Istilahnya biasanya disebut rasionale atau istilah ushul fiqh illah. Semangat itulah yang harus kita tangkap dan kita transformasikan sekarang.
Sekarang ini tantangan kita mengenai pluralisme sementara Alquran sendiri ada ayat yang sepertinya mendorong konfrontasi?
Tapi ada juga ayat Alquran yang lebih damai
Ini
pertanyaan krusial; Ada ayat 13 surat al-Hujurat yang mendorong saling
mengenal, sementara ada ayat lain; “tidak rela orang-orang Yahudi…”
Bagaimana mendamaikan dua ayat ini?
Sebenarnya Alquran menegaskan dirinya sebagai hudan linnas wa bayyinati minal huda (petunjuk
bagi manusia dan penjelasan bagi petunjuk-petunjuk itu). Untuk
ayat-ayat yang seolah-olah kontradiktif, kita harus mengkajinya secara
menyeluruh. Tidak bicara sepotong-potong, misalnya yang menyeru kepada
jihad atau yang sebaliknya. Semuanya harus dikaji secara menyeluruh
sehingga kita bisa menarik apa yang dikendaki Alquran
Bagaimana memahami Alquran yang mendukung hidup secara plural?
Kalau
kita melihat konteks lahirnya Alquran pada masa nabi bahkan pada masa
setelah itu, kita lihat umat Islam hadir dalam komunitas yang majemuk,
ada umat Islam, Nasrani, Yahudi dan badui-badui. Nah Alquran misalnya
mencela yahudi karena ada situasi politik ketika itu. Karena mereka
berkolaborasi untuk menghancurkan benih atau embrio komunitas Islam yang
mulai terbentuk. Sehingga kita harus memahami komunitas-komnuitas
keagamaan. Alquran mengatakan kriteria antara umat Islam adalah iman dan
amal saleh inilah visi Alquran tentang masyarakat majemuk tadi.
Artinya
tanpa melihat latar belakang agama-agama lain, asalkan iman dan amal
saleh. Jadi meskipun kita berbeda-beda, maka diterima karena beriman dan
beramal saleh?
Saya kira begitu karena memang konteksnya menunjukkan demikian. Banyak lagi contohnya
Sejauh mana relevansi pesan-pesan Alquran dengan persoalan kita sekarang, misalnya kemiskinan?
Kita
selama ini belum memahami etika Alquran. Alquran secara tegas menuntut
kita untuk menerapkan amal kebajikan, memperhatikan orang di sekitar
kita. Kita tidak menghayatinya. Misalnya aturan zakat itu sebenarnya
mencerminkan solidaritas sosial. Dalam konteks penafsiran kontekstual,
itu bisa digunakan untuk mengatasi hal-hal seperti kesenjangan sosial.
Apa sih tujuan-tujuan moral Alquran untuk umat Islam dan umat manusia pada umumnya?
Banyak
sekali misalnya, keadilan, egaliterian dan musyawarah. Tujuan pokok
Alquran adalah penciptaan masayrakat yang adil dan egaliter berdasarkan
iman.
Perlu
ada sarana dan sistem sosial yang mendukung tujuan itu. Mungkin tugas
umat Islam adalah mendukung terciptanya sistem sosial?
Caranya
barangkali sulit kita harapkan dari “atas” karena pemerintah sendiri
saat ini kurang direspons oleh masyarakat. Lebih bagus justru melalui
mekanisme kultural, karena masyarakat akan belajar sendiri dan akan
beguna bagi pemberdayaan masyarakat yang bersifat jangka panjang.
Jadi misalnya usulan menggunakan negara untuk menegakkan syariat Islam bagaimana?
"Itu sangat otoriter, top-down, bukan bottom up".
Ada
anggapan selama ini, hanya orang-orang yang bersih saja yang bisa
memahami Alquran dengan benar? Sebanarnya siapa sih yang berhak
menafsirkan Alquran?
Yang
berhak menafsirkan Alquran sebenarnya adalah manusia. Kalau kriterianya
sangat berat, menurut saya tidak ada yang bisa menafsirkan Alquran
kecuali malaikat karena malaikat suci dan tidak ada kotorannya. Alquran
itu adalah dokumen buat manusia karena ia diturunkan juga buat manusia.
Ada suatu pemberontakan di India, seorang intelektual muslim, A.Fyzee,
malah mengatakan, siapa saja bisa menafsirkan Alquran. Memang ketika
kita menafsirkan Alquran, bisa jadi produknya berbeda-beda, ada
tingkatan-tingkatan. Semakin dalam ilmunya, maka semakin tinggi
penafsirannya. Tapi hakikatnya semua orang punya hak untuk menafsirkan
Alquran, semua punya akses ke situ.
Tidak ada monopoli bagi kelas tertentu?
Sayangnya selama ini berlaku monopoli seperti itu. Ada semacam kelas tertentu yang berhak menafsirkan Alquran dan mereka menerapkan
kriteria-kriteria tertentu yang sangat berat. Alquran seperti taman
yang dipagari begitu ketat sehingga orang tak bisa masuk.
Kriteria-kriteria penafsir Alquran terlihat sulit, bahkan terkesan
mustahil bagi seorang manusia yang memenuhi sayarat-syarat mufassir.
Jadi bagaimana menjamin agar tafsiran Alquran itu menjadi penafsiran yang bertanggung jawab?
Kita
perlu pendekatan atau metodologi dalam memahami Alquran; kita harus
memahmi dalam konteks kesejarahan, kronologisnya termasuk memahami dalam
konteks sastranya. Bagian-bagian Alquran itu saling menjelaskan. Ketika
kita memahami konteksnya, maka kita bisa memproyeksikan tantangan kita
saat ini.
من جد و جد
selama kita masih hidup marilah kita membaca dan mempelajari kitab kita yaitu Al-QURAN
mungkin hanya sengini yg bisa saya tuliskan dlm artikel saya
jangan terlalu banyak komen